Pages

BERKASIH SAYANG DAN LEMAH LEMBUT



Oleh
Syaikh Abdul Muhsin Bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr



RIFQON AHLASSUNNAH BI AHLISSUNNAH [Menyikapi Fenomena TAHDZIR & HAJR]


Allah menjelaskan bahwa Nabi-Nya, Muhammad, sebagai orang yang memiliki akhlak yang agung. Allah Ta’ala berfirman.

“Artinya : Sungguh, kamu mempunyai akhlak yang agung” [Al-Qalam : 4]

Allah juga menjelaskan bahwa beliau adalah orang yang ramah dan lemah lembut. Allah Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dengan sebab rahmat Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka menjauh dari sekelilingmu” [Ali Imran : 159]

Allah juga menjelaskan bahwa beliau adalah orang yang penyayang dan memiliki rasa belas kasih terhadap orang-orang yang beriman. Allah Ta’ala berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, yang berat memikirkan penderitaanmu, sangat menginginkan kamu (beriman dan selamat), amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min” [At-Taubah : 128]

Rasulullah memerintahkan dan menganjurkan kita agar senantiasa berlaku lemah lembut. Beliau bersabda.

“Artinya : Mudahkanlah dan jangan kamu menyulitkan, berilah khabar gembira dan janganlah kamu membuat orang lari”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 69 dan Muslim no. 1734 dari Anas bin Malik. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim no. 1732 dari Abu Musa dengan lafaz.

“Artinya : Berilah khabar gembira dan jangan kamu membuat orang lari. Mudahkanlah dan janganlah kamu menyulitkan”.

Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya no.220 meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah bahawa Rasulullah pernah berkata kepada para sahabatnya pada kisah tentang seorang Arab Badui yang kencing di masjid.

“Artinya : Biarkanlah dia ! Tuangkanlah saja setimba atau seember air. Sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah, bukan untuk mempersulit”

Al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah hadits no.6927 bahwa Rasulullah bersabda.

“Artinya : Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha lembut dan mencintai kelembutan di dalam semua urusan”

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim no. 2593 dengan lafaz.

“Artinya : Wahai Aisyah, sesunguhnya Allah itu Maha lembut dan mencintai kelembutan. Allah memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak diberikan kepada kekerasan dan sifat-sifat lainnya”

Muslim meriwayatkan hadits dalam kitab Shahihnya no.2594 dari Aisyah, Nabi bersabda.

“Artinya : Sungguh, segala sesuatu yang dihiasi kelembutan akan nampak indah. Sebaliknya, tanpa kelembutan segala sesuatu akan nampak jelek”

Muslim juga meriwayatkan hadits no. 2592 dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang tidak memiliki sifat lembut, maka tidak akan mendapatkan kebaikan”.

Allah pernah memerintahkan dua orang nabiNya yang mulia yaitu Musa dan Harun untuk mendakwahi Fir’aun dengan lembut. Allah Ta’ala berfirman.

“Artinya : Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, karena dia telah berbuat melampui batas. Berbicaralah kepadanya dengan kata-kata yang lembut, mudah-mudahan ia mahu ingat atau takut” [Thaha : 43-44]

Allah juga menjelaskan bahawa para sahabat yang mulia sentiasa saling bekasih sayang. Allah Ta’ala berfirman.

“Artinya : Muhammad itu adalah utusan Allah. Orang-orang yang selalu bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka” [Al-Fath : 29]


[Disalin dari buku Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah Menyikapi Fenomena Tahdzir dan Hajr, Penulis Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al’Abbad Al-Badr hal 17-21, Terbitan Titian Hidayah Ilahi]

“Hai Sa’ad! Jagalah soal makananmu, tentu engkau akan menjadi orang yang terkabul do’anya!


Berdo’a itu mempunyai adab dan tata tertib yang harus diperhatikan oleh orang yang akan melaksanakannya.
Diantara adab dan tata tertib berdo’a adalah sebagai berikut :

a. Mencari yang halal ( memakan dan menggunakan barang yang halal dan menjauhi yang haram )

Diriwayatkan oleh Hafizh bin Mardawaih dari Ibnu Abbas ra, katanya : “Saya membaca ayat di hadapan Nabi SAW yang artinya : “Hai manusia makanlah barang-barang halal lagi baik yang terdapat dimuka bumi”.

Tiba-tiba berdirilah Sa’ad Abi Waqqash, lalu katanya : “Ya Rasulullah! Tolong anda do’akan kepada Allah, agar saya dijadikan orang yang selalu dikabulkan do’anya”.

Ujar Nabi : “Hai Sa’ad! Jagalah soal makananmu, tentu engkau akan menjadi orang yang terkabul do’anya! Demi Tuhan yang nyawa Muhammad berada dalam genggamannya! Jika seorang laki-laki memasukkan sesuap makanan yang haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima do’anya selama empat puluh hari. Dan siapa juga hamba yang dagingnya tumbuh dari makanan haram atau riba, maka neraka lebih layak untuk melayaninya!”

Dan dalam musnad Imam Ahmad dari Muslim terdapat riwayat dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Hai manusia! Sesungguhnya Allah itu Maha Baik, dan tak hendak menerima kecuali yang baik. Dan Allah telah menitahkan kaum Mukminin melakukan apa-apa yang telah dititahkan-Nya kepada para Mursalin, firman-Nya :

”Hai para Rasul ! Makanlah olehmu makanan
yang baik, dan beramal solehlah! Sesungguh, terhadap apa juga yang kamu lakukan, Aku Maha Mengetahui !”.(Q.S. Al-Mukminin : 51)

rujukan : http://basaudan.wordpress.com/2011/03/24/adab-berdoa/#more-2488

"Walisongo" penyebar agama Islam di tanah Jawa.



"Walisongo" berarti sembilan orang wali, Walisongo atau Walisanga dikenali sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-17.  Mereka tidak hidup pada saat yang bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai kaitan erat, samaada dalam ikatan darah atau dalam hubungan guru-murid.


Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, iaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. "Walisongo" bererti sembilan orang wali.

Era Walisongo mengakhiri penguasaan kebudayaan Hindu-Buddha dalam budaya Nusantara dan digantikan dengan kebudayaan Islam. Walisongo adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Peranan mereka sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat Walisongo ini lebih banyak disebut berbanding dengan ulama yang lain.

Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peranan unik dalam penyebaran Islam. Nama Walisongo adalah
§  Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua di antara Walisongo.

§  Sunan Ampel atau Raden Rahmat pula adalah putera daripada Maulana Malik Ibrahim.

§  Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim adalah putera daripada Sunan Ampel.

§  Sunan Drajat atau Raden Qasim adalah putera daripada Sunan Ampel.
§  Sunan Kalijaga atau Raden Said merupakan sahabat dan murid Sunan Bonang.

§  Sunan Kudus atau Jaffar Shadiq adalah anak murid Sunan Kalijaga.

§  Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin adalah anak

§  saudara Maulana Malik Ibrahim dan sepupu Sunan Ampel .

§  Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putera Sunan Kalijaga.

§  Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim telah meninggal terlebih dahulu.



Mereka adalah para intelektual yang menjadi pencetus perubahan masyarakat. Mereka memperkenalkan berbagai bentuk peradaban baru, mulai dari kesihatan, bercucuk tanam, berniaga, kesenian dan kebudayaan, kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu.
Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah artis karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.


                http://ms.wikipedia.org/wiki/Walisongo

"Istighfar dan tuabat"


Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Demi Allah! Sesungguhnya aku minta ampun kepada Allah dan bertaubat kepadaNya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.”

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Wahai manusia! Bertaubatlah kepada Allah, sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya seratus kali dalam sehari.”

----
إِلَيْهِ وَأَتُوْبُ الْقَيُّوْمُ يُّ الْحَهُوَ إِلاَّ إِلَـهَ لاَ الَّذِيْ الْعَظِيْمَ اللهَ أَسْتَغْفِرُ
ASTAGHFIRULLAH AL`AZIM ALLAZI LAA ILLAHA ILLAHUWAL HAYYULL QAYYUM WA ATUBU ILAIK.


Rasul Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang membaca: ‘Aku minta ampun kepada Allah, tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, Yang Hidup dan terus-menerus mengurus makhlukNya.’ Maka Allah mengampuninya. Sekalipun dia pernah lari dari perang.”

KITAB HISNUL MUSLIM
Said bin Ali Al Qathani

BOM SYAHID ATAU BOM BUNUH DIRI?

BOM SYAHID ATAU BOM BUNUH DIRI


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Bagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2



Pengantar
Sebagian orang menganggap aksi bom bunuh diri termasuk jihad fi sabilillah, dan pelakunya dikatakan sebagai orang yang syahid, bahkan banyak jama’ah dakwah yang menyeru anggotanya untuk berpartisipasi dan mendukungnya. Akan tetapi... di pihak lain, sebagian besar kaum muslimin bertanya-tanya : Benarkah aksi ini dikatakan sebagai bentuk jihad ? Apakah Islam membolehkan segala cara dalam semua ibadah termasuk cara-cara berjihad yang merupakan bagian dari ibadah?

Realita menunjukkan bahwa cara-cara aksi bom bunuh diri tidak membuat jera orang-orang kafir, bahkan orang kafir semakin membabi buta untuk mengintimidasi dan membantai kaum muslimin dimana-mana. Jika dari kalangan mereka mati satu atau sepuluh orang, maka mereka membalasnya dengan membantai lebih dari itu dengan cara-cara yang biadab. Lantas ... apa manfaat dan keuntungan dari aksi-aksi bom bunuh diri itu bagi kaum muslimin ?

Untuk lebih memperjelas masalah ini, kami nukilkan fatwa ulama salafiyyin robbaniyyin tentang aksi bom bunuh diri.
_________________________________________________________________________


Di dalam Syarah Riyadush Shalihin 1/165-166 setelah menyebutkan syarah hadits kisah Ashabul Ukhdud beliau menyebutkan faidah-faidh yang dapat diambil dari kisah ini diantaranya.

Sesungguhnya seseorang boleh mengorbankan dirinya untuk kemaslahatan kaum muslimin secara umum, pemuda ini menunjukkan kepada raja yang menuhankan dirinya suatu hal yang bisa membunuhnya, yaitu dengan mengambil sebuah anak panah dari tempat panahnya …

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Karena ini adalah jihad fi sabilillah, seluruh umat beriman semuanya dalam keadaan pemuda ini tidak kehilangan apa-apa, karena dia mati, dan pasti dia akan mati cepat atau lambat”

Adapun apa yang dilakukan oleh sebagian orang dengan bunuh diri, yaitu dengan membawa alat peledak dibawa ke tempat orang kafir, kemudian dia ledakkan ketika dia di antara orang-orang kafir, maka dia tergolong perbuatan bunuh diri –Semoga kita dilindungi Allah Jalla Jallaluhu darinya-. Barangsiapa yang bunuh diri maka dia kekal di neraka Jahannam selama-lamanya, sebagaimana datang dalam hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi tajam maka besi itu diletakkan di tangannya, ditusukkan ke perutnya di neraka jahannam dia kekal di dalamnya.” [Shahih Bukhari 5778 dan Shahih Muslim 109]

Karena orang ini membunuh dirinya bukan untuk maslahat Islam ; karena jika dia membunuh dirinya dengan membunuh sepuluh, atau seratus, atau dua ratus orang kafir, maka Islam tidak mendapatkan manfaat sama sekali dari perbuatannya, manusia tidak akan beriman. Berbeda dengan kisah pemuda ashabul ukhdud di atas. Dengan bom bunuh diri ini bisa jadi membuat musuh lebih congkak, sehingga mereka memberikan balasan kepada kaum muslimin yang lebih kejam dari itu.

Sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap penduduk Palestina, jika ada seorang penduduk Palestina yang mati dengan bom bunuh diri, dan menewaskan 6 atau 7 orang Yahudi, maka orang-orang Yahudi membalas dengan menewaskan 60 orang Palestina atau lebih dari itu, maka bom bunuh diri ini tidak memberikan manfaat bagi kaum muslimin, dan tidak juga bagi orang-orang yang diledakkan bom ini di barisan mereka.

Karena inilah kami memandang bahwa apa yang dilakukan oleh sebagian orang dari bunuh diri ini, kami memandang bahwa dia telah membunuh jiwa dengan tidak haq, dan perbuatannya ini membawa dia ke neraka –Semoga kita dilindungi Allah Jalla Jalaluhu darinya-, dan pelakunya tidaklah syahid, tetapi jika ada seseorang yang melakukan perbuatan ini karena mentakwil dengan menyangka bahwa perbuatan ini dibolehkan syari’at, maka kami mengharap semoga dia selamat dari dosa. Adapun dia tertulis sebagai orang yang syahid maka tidak, karena dia tidak menempuh jalan syahid yang benar, dan barangsiapa yang berijtihad dan keliru maka dia mendapat satu pahala”.

Di dalam kaset Liqo’ Syarhy : 20 ada sebuah pertanyaan yang dilontarkan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.

Pertanyaan.
Fadhilatusy Syaikh ! Engkau telah mengetahui –semoga Allah Jalla Jalaluhu menjagamu- apa yang terjadi pada hari Rabu kemarin dari suatu peristiwa yang menewaskan dari 20 orang Yahudi di tangan salah seorang mujahidin Palestina, dia juga melukai sekitar 50 orang Yahudi. Seorang mujahidin ini meletekkan alat peledak di dalam tubuhnya, kemudian masuk di sebuah rombongan kendaraan mereka dan dia ledakkan, dia melakkan itu dengan sebab.

Pertama : Dia tahu bahwa kalau dia tidak terbunuh sekarang hari itu maka besoknya akan dibunuh, karena orang-orang Yahudi membunuh para pemuda muslim di sana dengan berencana.

Kedua : Para mujahidin ini melakukan hal itu karena membalas dendam terhadap orang-orang Yahudi yang telah membunuh orang-orang yang sholat di masjid Ibrahimy.

Ketiga : Mereka mengetahui bahwa orang-orang Yahudi dan Nahsara membuat rancangan untuk menghilangkan ruh jihad yang ada di Palestina.

Pertanyaan : Apakah perbuatan dia ini dianggap bunuh diri atau dianggap jihad? Apa nasihatmu dalam keadaan seperti ini, karena jika kami telah mengetahui bahwa perbuatan ini adalah perbuatan yang diharamkan maka semoga kami bisa menyampaikannya kepada saudara-saudara kami di sana, -Semoga Allah Jalla Jalaluhu memberikan taufiq kepadamu-?”

Jawaban.
Pemuda ini yang meletakkan bahan peledak di tubuhnya, pertama kali yang dia bunuh adalah dirinya. Tidak diragukan lagi bahwa dialah yang menyebabkan pembunuhan dirinya. Hal seperti ini tidak dibolehkan kecuali jika dapat mendatangkan maslahat yang besar dan manfaat yang agung kepada Islam, maka hal itu dibolehkan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah- telah memberikan nash pada masalah ini, membuat permisalan untuk hal ini dengan kisah seorang pemuda, seorang pemuda mukmin yang berada di suatu umat yang dipimpin oleh seorang raja yang musyrik dan kafir. Raja yang kafir dan musyrik ini membunuh pemuda yang beriman ini, dia berupaya berulang kali, dia lemparkan pemuda itu dari atas gunung, dia lemparkan pemuda itu ke lautan, tetapi setiap upaya pembunuhan -itu gagal karena Allah Jalla Jalaluhu selalu menyelamatkan pemuda itu, maka heranlah raja musyrik itu.

Suatu hari pemuda itu berkata kepada raja musyrik itu : “Apakah kamu ingin membunuhku ?” raja itu berkata : “Ya, tidaklah aku melakukan semua ini melainkan untuk membunuhmu”. Pemuda itu berkata : “Kumpulkan orang-orang di tanah lapang, kemudian ambillah satu panah dari tempat panahku, letakkanlah dia di busurnya, kemudian lepaskanlah kepadaku dan katakanlah: ”Dengan nama Allah Rabb pemuda ini”. Adalah penduduk raja ini jika menyebut mereka mengucapkan : Dengan nama raja, akan tetapi pemuda ini berkata kepada raja ini : Katakanlah : Dengan nama Allah Rabb pemuda ini.

Maka raja ini mengumpulkan orang-orang di satu tempat yang luas, kemudian dia mengambil sebuah anak panah dari tempat panah pemuda itu, dia letakkan di busurnya seraya mengatakan : Dengan nama Allah Jalla Jalaluhu Rabb pemuda ini. Dia lepaskan anak panah itu sampai mengenai pemuda itu dan matilah dia. Melihat kejadian itu berteriaklah semua orang : “Tuhan adalah Tuhan pemuda ini, Tuhan adalah Tuhan pemuda ini”. Dan mereka ingkari penuhanan raja yang musyrik ini. Mereka berkata : “Raja ini telah melakukan segala cara yang memungkinkan untuk membunuh pemuda ini, ternyata dia tidak mampu membunuhnya. Ketika dia mengucapkan satu kalimat : Dengan menyebut Allah Jalla Jalaluhu Rabb pemuda ini, dia bisa mati. Kalau demikian pengatur semua kejadian adalah Allah Jalla Jalaluhu, maka berimanlah semua manusia.

Syaikhul Islam berkata : Perbuatan pemuda ini mendatangkan manfaat yang besar bagi Islam.

Merupakan hal yang dimaklumi bahwa yang menyebabkan kematian terbunuhnya pemuda ini adalah dia sendiri, tetapi dengan kematiannya didapatkan manfaat yang besar ; suatu umat beriman semuanya. Jika bisa didapatkan manfaat seperti ini maka dibolehkan bagi seseorang menebus agamanya dengan jiwanya. Adapun sekedar membunuh sepuluh atau dua puluh tanpa ada faidah, dan tanpa mengubah apapun maka perbuatan ini perlu dilihat lagi, bahkan hukumnya adalah haram, bisa jadi orang-orang Yahudi membalasnya dengan membunuh ratusan kaum muslimin.

Kesimpulannya bahwa perkara-perkara seperti ini membutuhkan fiqih dan tadabbur, dan melihat akibatnya, membutuhkan tarjih (penguatan) maslahat yang lebih tinggi dan menangkal mafsadah yang lebih besar, kemudian sesudah itu dipertimbangkan setiap keadaan dengan kadarnya”

[Koran Al-Furqon Kuwait, 28 Shafar, edisi 145, hal. 20-21]

[Disunting dari majalan Al-Furqon, edisi 3 Tahun IV, hal. 23-28, Judul BOM Syahid Atau Bunuh Diri, Penyusun Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah, Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jawa Timur]


----------------------------------------------------------------------------------

BOM SYAHID ATAU BOM BUNUH DIRI


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Bagian Terakhir dari Dua Tulisan 2/2




Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum syar’i bagi orang meletakkan bahan peledak di tubuhnya, kemudian dia ledakkan di antara komunitas orang-orang kafir untuk menewaskan mereka ? Apakah benar jika dia berdalil dengan kisah seorang pemuda yang hendak dibunuh oleh raja yang musyrik ?”

Jawaban
Orang yang meletakkan bahan peledak dalam tubuhnya dengan tujuan untuk meledakkannya bersama dirinya di komunitas musuh, adalah orang yang membunuh dirinya. Dia akan diadzab karena membunuh dirinya di neraka Jahannam kekal di dalamnya, sebagaimana telah tsabit hal itu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ancaman orang bunuh diri dengan sesuatu maka dia diadzab dengan sesuatu yang membunuhnya di neraka Jahannam”.

Alangkah aneh mereka yang melakukan perbuatan-perbuatan seperti ini, padahal mereka membaca firman Allah Jalla Jalaluhu.

“Artinya : Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu …”[An-Nisa : 29]

Kemudian mereka melakukan perbuatan itu, apakah mereka memetik sesuatu ? apakah musuh kalah?! Ataukah musuh semakin keras kepada mereka yang melakukan bom bunuh diri ini, sebagaimana hal ini terlihat di negeri Yahudi, dimana perbuatan seperti ini tidak menambah mereka kecuali mereka semakin gigih dengan kebrutalan mereka, bahkan kami dapati pooling terakhir dimenangkan oleh kelompok kanan yang ingin menghabiskan orang-orang Arab.

Akan tetapi barangsiapa yang melakukan hal ini dengan ijtihadnya menyangka bahwa ini adalah sarana pendekatan diri kepada Allah Jalla Jalaluhu maka kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar tidak menghukumnya ; karena dia seorang jahil yang mentakwil….

Adapun pendalilan dengan kisah pemuda ashabul ukhdud, maka kisah pemuda ini didapatkan darinya umat yang masuk Islam, tanpa menewaskan musuh, karena itu ketika raja mengumpulkan orang-orang, dan mengambil sebuah panah dari tempat panah pemuda seraya mengatakan : Dengan nama Allah Jalla Jalaluhu Tuhan pemuda ini, (hingga terbunuhlah pemuda itu) maka orang-orang semuanya berteriak : Tuhan yang benar adalah Tuhan pemuda ini. Maka dengan kematian pemuda ini didapatkan keislaman sebuah umat yang besar.

Seandainya hal seperti ini terjadi maka sungguh kami akan mengatakan bahwasanya di sana ada tempat untuk berdalil dengan kisah ini, dan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan kisah ini agar kita mengambil ibrah darinya. Tetapi orang yang meledakkan diri-diri mereka jika membunuh sepuluh atau seratus musuh, maka hal itu tidak menambah musuh kecuali semakin marah kepada kaum muslimin dan semakin gigih dengan apa keyakinan mereka.

[Majalah Al-Furqon Kuwait, edisi 79, hal.18-19 dan Koran Al-Furqon Kuwait, 28 Shafar, edisi 145, hal. 20]

[Disunting dari majalan Al-Furqon, edisi 3 Tahun IV, hal. 23-28, Judul BOM Syahid Atau Bunuh Diri, Penyusun Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah, Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jawa Timur]


APA HUKUM PERKATAAN FULAN SYAHID ?

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin


Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Apa hukum perkataan, 'Fulan Syahid ?'.

Jawaban.
Jawaban atas hal itu adalah bahwa seseorang dikatakan syahid itu dengan dua sisi yaitu :

Pertama.
Hendaknya terikat dengan suatu sifat, seperti : Dikatakan bahwa setiap orang yang dibunuh fisabillah adalah syahid, orang yang dibunuh karena membela hartanya adalah syahid, orang yang mati karena penyakit thaun adalah syahid dan yang semacamnya. Ini adalah boleh sebagai mana yang terdapat dalam nash, dan karena kamu menyaksikan dengan apa yang dikhabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang kami maksud boleh adalah tidak dilarang. Jika menyaksikan hal itu, maka wajiblah membenarkan khabar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Kedua.
Menentukan syahid bagi seseorang, seperti kamu mengatakan kepada seseorang, dengan menta'yin bahwa dia syahid. Ini tidak boleh kecuali yang disaksikan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam atau umat sepakat atas kesyahidannya. Al-Bukhari dalam menerangkan hal ini ia berkata : Bab. Tidak Boleh Mengatakan Si Fulan Syahid. Ia berkata dalam Al-Fath Juz 6 halaman. 90, yaitu : Tidak Memvonis Syahid Kecuali Ada Wahyu. Seakan dia mengisyaratkan hadits Umar, bahwa beliau berkhutbah. "Dalam peperangan, kalian mengatakan bahwa si Fulan Syahid, dan si Fulan telah mati syahid. Mudah-mudahan perjalanannya tenang. Ketahuilah, janganlah kalian berkata demikian, akan tetapi katakanlah sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : Barangsiapa mati di jalan Allah atau terbunuh maka ia syahid". Ini adalah hadits hasan yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Sa'id bin Manshur dan lainnya dari jalur Muhammad bin Sirrin dan Abi Al-A'jafa' dari Umar.

Karena persaksian terhadap suatu hal yang tidak bisa kecuali dengan ilmu, sedang syarat orang menjadi mati syahid adalah karena ia berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang tinggi. Ini adalah niat batin yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya. Oleh karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda sebagai isyarat akan hal itu.

"Artinya : Perumpamaan seorang mujahid di jalan Allah, dan Allah lebih tahu siapa yang berjihad di jalan-Nya...." [Hadits Riwayat Bukhari : 2787]

Dan sabda beliau.

"Artinya : Demi Dzat diriku berada ditangan-Nya tidaklah seseorang terluka di jalan Allah kecuali datang dihari kiamat sedang lukanya mengalir darah, warnanya warna darah dan baunya bau Misk" [Hadits Riwayat Bukhari : 2803]

Akan tetapi orang yang secara dhahirnya baik, maka kami berharap dia syahid. Kami tidak bersaksi atas syahidnya dia dan juga tidak berburuk sangka kepadanya. Raja' (berharap) itu satu posisi di antara dua posisi (bersaksi dan buruk sangka), akan tetapi kita memperlakukannya di dunia dengan hukum-hukum syahid, jika ia terbunuh dalam jihad fi sabilillah. Ia dikubur dengan darah di bajunya tanpa menshalatinya. Dan untuk syuhada' yang lain, dimandikan, dikafani dan dishalati.

Karena, kalau kita bersaksi atas orang tertentu bahwa ia mati syahid konsekwensinya adalah kita bersaksi bahwa ia masuk surga. Mereka tidak bersaksi atas seseorang dengan surga kecuali dengan sifat atau seseorang yang disaksikan oleh Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan sebagian yang lain berpendapat bahwa boleh kita bersaksi atas syahidnya seseorang yang umat sepakat memujinya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah termasuk yang berpendapat seperti ini.

Dengan ini, maka menjadi jelas bahwa kita tidak boleh bersaksi atas orang tertentu bahwa ia mati syahid kecuali dengan nash atau kesepakatan. Akan tetapi bila dhahirnya baik maka kita berharap demikian sebagaimana keterangan diatas, dan cukuplah nasihat tentang ini, sedangkan ilmunya ada di sisi Sang Pencipta.

[Disalin dari buku Majmu' Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Bab Aqidah, hal. 208-210 Pustaka Arafah]

Hukum pengboman di negara2 islam dan sekitarnya, apakah termasuk Jihad fi sabilillah?

Hukum Pemboman Di Negara-Negara Islam Dan Sekitarnya, Apakah Termasuk Jihad Fi Sabilillah ?
HUKUM PEMBOMAN DI NEGARA-NEGARA ISLAM DAN SEKITARNYA, APAKAH TERMASUK JIHAD FI SABILILLAH ?


Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan





Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : “Ahsanaallahu ilaikum” –semoga Allah menganugrahkan kebaikan kepada anda- apakah melakukan pembunuhan dan pemboman terhadap gedung-gedung milik negara/pemerintah di negara-negara kafir merupakan hal darurat dan bentuk jihad ?

Jawaban.
Pembunuhan dan pemboman merupakan hal yang tidak boleh, karena akan menimbulkan kejahatan, pembunuhan dan terjadinya pengusiran kaum muslimin, adapaun yang disyariatkan terhadap orang-orang kafir yaitu berperang fi sabilillah, menghadapi mereka dalam peperangan jika kaum muslimin memiliki persiapan pasukan, berperang dengan kaum kuffar, membunuh mereka seperti apa yang telah dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berhijrah ke Madinah, hingga beliau mendapatkan penolong dan penyokong, adapun pemboman dan pembunuhan hanya akan mendatangkan keburukan bagi kaum muslimin.

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih berada di Makkah sebelum hijrah, beliau diperintahkan agar menahan diri dari memerangi kaum kuffar.

“Artinya : Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka : ‘Tahanlah tanganmu (dari berperang). Dirikanlah shalat dan tunaikan zakat” [An-Nisa’ : 77]

Beliau diperintahkan untuk menahan diri dari memerangi kaum kuffar karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memiliki kekuatan untuk memerangi mereka, kalau kaum muslimin membunuh salah seorang dari kaum kuffar maka kaum kuffar yang lain akan menghabisi mereka karena kaum kuffar lebih kuat dari kaum muslimin dan kaum muslimin di bawah kekuasaan dan tekanan kaum kuffar.

Maka pembunuhan yang mengakibatkan terbunuhnya kaum muslimin yang bermukim di negara tempat mereka tinggal seperti yang terjadi sekarang bukanlah merupakan bentuk dakwah dan bukanlah sesuatu bentuk jihad fi sabilillah dan begitu juga pemboman ataupun pengrusakan. Hal ini hanya akan mendatangkan keburukan bagi kaum muslimin sebagaimana yang terjadi sekarang.

Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah dan ketika itu beliau memiliki pasukan dan kekuatan maka pada saat itu beliau diperintahkan untuk memerangi kaum kuffar. Tetapi apakah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau pada saat di Makkah sebelum hijrah melakukan perbuatan seperti ini (pembunuhan dan pengrusakan) ? Bahkan mereka menahan diri dari hal itu.

Apakah mereka melakukan pengrusakan terhadap harta kaum kuffar ketika mereka masih di Makkah ? Bahkan mereka menahan diri dari yang demikian.

Mereka hanya diperintahkan untuk berdakwah dan menyampaikan risalah pada saat di Makkah, tetapi ketika mereka telah berada di Madinah maka mereka berjihad dan berpegang teguh pada saat negara Islam telah berdiri.


[Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]

bab 32 kitab tauhid. Takut kepada Allah

BAB 32
"TAKUT KEPADA ALLAH"
Kitab tauhid  karangan syekh muhammad bin abdul wahab.

Firman Allah :

 إنما ذلكم الشيطان يخوف أولياءه، فلا تخافوهم وخافوني إن كنتم مؤمنين 

“Sesungguhnya mereka itu tiada lain hanyalah syaitan yang menakut-nakutkan (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik ) karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu saja, jika kamu benar-benar orang yang beriman” ( QS. Ali Imran, 175).

 إنما يعمر مساجد الله من آمن بالله واليوم الآخر وأقام الصلاة وآتى الزكاة ولم يخش إلا الله فعسى أولئك أن يكونوا من المهتدين .

“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan sholat, membayar zakat, dan tidak takut ( kepada siapapun) selain kepada Allah ( saja ), maka mereka itulah yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” ( QS. At Taubah, 18 ).

 ومن الناس من يقول آمنا بالله فإذا أوذي في الله جعل فتنة الناس كعذاب الله ولئن جاء نصر من ربك ليقولن إنا كنا معكم أوليس الله بأعلم بما في صدور العالمين 

“Dan diantara manusia ada yang berkata : kami beriman kepada Allah, tetapi apabila ia mendapat perlakuan yang menyakitkan kerana (imannya kepada) Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai adzab Allah, dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata :“Sesungguhnya kami besertamu” bukankah Allah mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia ?” (QS. Al ankabut, 10 ).

Diriwayatkan dalam hadits marfu’ dari Abu Said , Rasulullah saw bersabda :

" إن من ضعف اليقين أن ترضي الناس بسخط الله، وأن تحمدهم على رزق الله، وأن تذمهن على ما لم يؤتك الله، إن رزق الله لا يجره حرص حريص، ولا يرده كراهية كاره".

“Sesungguhnya termasuk lemahnya keyakinan adalah jika kamu mencari ridha manusia dengan mendapat kemurkaan Allah, dan memuji mereka atas rezki yang Allah berikan lewat perantaraannya, dan mencela mereka atas dasar sesuatu yang belum diberikan Allah kepadamu melalui mereka, ingat sesungguhnya rizki Allah tidak dapat didatangkan oleh ketamakan orang yang tamak, dan tidak pula dapat digagalkan oleh kebenciannya orang yang membenci”.

Diriwayatkan dari Aisyah, ra. Bahwa Rasulullah saw bersabda :
" من التمس رضا الله بسخط الناس رضي الله عنه وأرضى عنه الناس، ومن التمس رضا الناس بسخط الله سخط الله عليه وأسخط عليه الناس " رواه ابن حبان في صحيحه.

“Barangsiapa yang mencari Ridla Allah sekalipun dengan resiko mendapatkan kemarahan manusia, maka Allah akan meridhainya, dan akan menjadikan manusia ridha kepadanya, dan barangsiapa yang mencari ridha manusia dengan melakukan apa yang menimbulkan kemurkaan Allah, maka Allah murka kepadanya, dan akan menjadikan manusia murka pula kepadanya”
(HR. Ibnu Hibban dalam kitab shohehnya ).

Kandungan bab ini :

1-Penjelasan tentang ayat dalam surat Ali Imran ( ).
2-Penjelasan tentang ayat dalam surat At Taubah ( ).
3-Penjelasan tentang ayat dalam surat Al ‘Ankabut ( ).
4-Keyakinan itu bisa menguat dan bisa melemah.
5-Tanda-tanda melemahnya keyakinan antara lain tiga perkara yang disebutkan dalam hadits Abu Said  diatas.
6-Memurnikan rasa takut hanya kepada Allah adalah termasuk kewajiban.
7-Adanya pahala bagi orang yang melakukannya.
8-Adanya ancaman bagi orang yang meninggalkannya.

Tazkirah : siri khutbah jumaat.

Tazkirah alfikirummat.blogspot.com

Khutbah Jumaat

Di antara sifat orang-orang yang beriman dan mendapat petunjuk daripada al-Quran ialah percaya kepada perkara-perkara ghaib. Firman Allah dari Surah al-Baqarah Ayat 2 yang bermaksud: "Iaitu orang-orang yang beriman kepada perkara yang ghaib, dan mendirikan sembahyang serta membelanjakan sebahagian dari rezeki yang kami kurniakan kepada mereka."

Muslimin sidang Jumaat sekalian!

Di antara perkara ghaib yang wajib ke atas setiap orang yang beriman yakin dan percaya kepadanya ialah adanya dosa dan pahala yang dijanjikan oleh Allah. Kita juga sudah maklum bahawa pahala ialah ganjaran daripada Allah bagi setiap muslim yang patuh kepada perintah-Nya dengan melakukannya menurut cara yang telah diperintahnya dan ditentukan oleh Allah secara ikhlas.

Dosa pula akan dikenakan kepada sesiapa sahaja yang melanggar perintah Allah termasuk melakukan perintah Allah tidak mengikut cara yang telah ditetapkan olehnya. Maka setiap orang yang beriman hendaklah melakukan ibadat dan semua suruhan Allah dengan ikhlas di samping menjaga tata tertib yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam dan meninggalkan segala larangannya. Semuanya hendaklah dilakukan semata-mata untuk mendapat keredhaan Allah.

Muslimin sekalian!

Akhir-akhir ini ada usaha untuk memesongkan aqidah umat Islam dengan cara halus dan membahayakan apabila terdengar suara-suara yang mengajak umat Islam agar tidak lagi menghiraukan dosa dan pahala. Kata mereka:
"Jika berbuat kebajikan, belum pasti dapat pahala." Kata mereka lagi: "Jangan
merasuah umat Islam dengan pahala." Sedangkan pahala yang disebut itu memang sudah dijanjikan oleh Allah di dalam al-Quran dan oleh Rasulullah S.A.W. Allah menjanjikan pahala kepada sesiapa yang taat kepadanya sebagaimana firman-Nya dari Surah al-Maidah Ayat 9 yang bermaksud: "Dan Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal soleh bahawa bagi mereka keampunan dan pahala yang besar."

Oleh itu, yang mendorong kita mengerjakan sembahyang fardhu secara berjemaah, adalah kerana yakin dengan pahala 27 kali ganda berbanding dengan sembahyang seorang diri sebagaimana yang dijanjikan oleh Rasulullah S.A.W. kepada kita.

Yang mendorong kita menafkahkan harta dan kekayaan pada jalan Allah adalah untuk mendapat pahala dan ganjaran daripada Allah kerana janji Allah di dalam al-Quran dari Surah al-Baqarah Ayat 261 yang bermaksud:
"Perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya pada jalan Allah seperti sebiji benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkainya ada seratus biji dan (ingatlah) Allah akan melipatgandakan pahala bagi sesiapa yang dikehendakinya, dan Allah amat luas (rahmat) kurnianya, lagi meliputi ilmu pengetahuannya."

Kemudian, yang mendorong kita berjihad menegakkan agama Allah dan syariatnya agar tegak memerintah dan mentadbir bumi ini dengan keadilan dan keamanan, adalah untuk mendapat ganjaran yang tidak terkira daripada Allah sebagaimana firman-Nya di dalam al-Quran dari Surah As-Saff Ayat 10-12 yang bermaksud: "Wahai orang-orang yang beriman, mahukah aku tunjukkan kepada kamu satu perniagaan yang menyelamatkan kamu daripada seksaan
yang pedih (dalam neraka)?

Iaitu (dengan) kamu beriman kepada Allah dan Rasulnya, dan kamu berjihad pada jalan Allah dengan harta kamu dan diri kamu. Itulah yang paling baik bagi kamu sekiranya kamu mengetahui. Nescaya dia (Allah) mengampuni dosa-dosa kamu dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan tempat tinggal yang baik di dalam syurga ‘Adnin. Itulah kemenangan yang besar."

Muslimin sekalian,

Di antara banyak janji pahala yang datang daripada Allah dan Rasulnya seperti janji pahala daripada ibadat sembahyang, puasa, zakat, haji dan lain-lain, yang paling tidak disenangi oleh sesetengah mereka yang tidak faham Islam dan perjuangan Islam ialah janji pahala bagi orang-orang yang berjihad pada jalan Allah. Kita sebagai orang-orang Islam perlu menyedari bahawa sebesar-besar perjuangan di atas muka bumi ini ialah perjuangan mengembangkan
agama Allah, iaitu Islam, supaya ianya tegak memerintah dan semua manusia tunduk di bawah kekuasaannya. Ia adalah satu cabang jihad, dan cabang inilah yang besar sekali ganjarannya.

Sejarah Islam bermula daripada sejarah para Rasul dan sahabat yang penuh dengan kisah pertentangan dakwah Islam dengan pemerintah dan kuasa kerajaan jahiliyah, kufur dan mengaku berkuasa seperti tuhan.
Nabi Ibrahim a.s. berhadapan dengan Raja Namrud, Nabi Musa berhadapan dengan Raja
Firaun dan nabi kita Muhammad S.A.W. berhadapan dengan pemimpin-pemimpin jahiliyah Makkah. Bukan sahaja Rasul-rasul tersebut menyeru umat mereka menyembah Allah dan beribadat hanya kepadanya, raja-raja dan pemerintah pada masa itu juga diajak tunduk kepada peraturan Allah.
Akibatnya Nabi Ibrahim dibakar di dalam api yang bernyala, Nabi Musa dan kaumnya
lari meninggalkan negeri Mesir yang diperintah oleh Firaun dan Nabi Muhammad S.A.W. terpaksa berhijrah meninggalkan negeri Makkah menuju ke Madinah.

Sebenarnya ajaran Islam terkandung di dalam kalimah "Lailahaillallah" (tidak ada Tuhan melainkan Allah), di dalam erti kata yang sebenarnya: bererti tunduk dan patuh hanya kepada Allah. Oleh itu, apabila kalimah "Lailahaillallah" dibaca oleh Rasulullah S.A.W. kepada seorang Arab Badwi yang fasih berbahasa Arab dan mengetahui selok belok maksudnya, telah berkata kepada Rasulullah S.A.W. yang bermaksud: "Ini satu kalimah yang tidak disenangi oleh
sekalian raja-raja, engkau akan diperangi oleh bangsa Arab dan bukan Arab."

Muslimin sekalian!

Oleh itu mereka yang tidak suka kepada perkembangan Islam, dan tidak suka Islam diamalkan secara menyeluruh, telah menyelar orang-orang yang mahu mengajak umat Islam kembali semula kepada ajaran Islam di dalam erti kata yang sebenar. Berbagai tekanan dan halangan serta tindakan undang-undang dilakukan untuk menghalang perkembangan dakwah Islam, namun perjuangan Islam terus maju ke hadapan dan tetap ada orang-orang yang memperjuangkannya. Sabda Rasulullah S.A.W. dari Riwayat Abu Hurairah yang bermaksud: "Akan sentiasa ada satu golongan daripada umatku yang tetap berada di atas kebenaran. Mereka tidak berjaya dihalang oleh orang-orang yang menentang mereka, sehingga datang hukuman daripada Allah."

Semakin ditekan, perjuangan Islam semakin subur. Semakin dihalang, pejuang Islam semakin yakin kepada janji pahala dan ganjaran syurga. Maka usaha seterusnya daripada mereka yang tidak suka kepada perjuangan Islam ialah menghalang umat Islam daripada menyebut pahala dan janji Allah, kerana makin dibicarakan tentang pahala, makin bersemangat orang-orang yang mahu kepada Islam. Oleh itu, mereka yang cuba menyekat kesedaran Islam, menaruh harapan, bahawa dengan menghalang daripada dibincangkan tentang pahala, nanti akan menyebabkan umat Islam malas untuk beramal dengan ajaran Islam, termasuklah pahala besar yang dijanjikan bagi sesiapa yang berjihad memperjuangkan Islam. Seterusnya dapat menanam benih-benih keraguan tentang satu perkara ghaib yang mampu mengembalikan semangat dan keyakinan di dalam hati umat Islam iaitu percaya kepada adanya dosa dan pahala, yang membawa kepada percaya adanya syurga dan neraka.

Marilah kita membenarkan semua janji Allah dan Rasulnya termasuklah janji pahala dan syurga, kita lebih yakin dan bersemangat serta beristiqamah berpegang dengan ajaran Islam.

Firman Allah dari Surah Al-Zalzalah ayat 7-8 yang bermaksud: "Dan sesiapa yang melakukan sebesar zarah yang halus daripada kebajikan, nescaya akan dilihatnya (pada hari akhirat), dan sesiapa yang melakukan kejahatan sebesar zarah yang halus daripada kejahatan nescaya akan dilihatnya juga (pada hari akhirat)."
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...